Sorotan.co.id, Sumenep – Penarikan kendaraan oleh debt collector di tengah jalan raya kembali viral di media sosial. Dalam Unggah Akun TikTok Sorotan.co.id, sekitar 94 ribu view, 100 k like, dan 433 komentar netizen mengecam sikap Debt Collector ADIRA yang rampas sepeda motor di jalan tanpa surat penarikan juga tanpa didampingi aparat kepolisian.
Insiden tersebut menuai kritik dari warganet, yang menilai tindakan itu sebagai intimidasi dan melanggar hukum. Sejumlah komentar mempertanyakan apakah prosedur penarikan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk keterlibatan pihak kepolisian dan keputusan dari pengadilan.
Yang menjadi sorotan, kendaraan yang ditarik merupakan milik nasabah dari Adira Finance, salah satu perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor terbesar di Indonesia.
Namun, saat dimintai konfirmasi terkait insiden tersebut, Pimpinan Adira Finance Sumenep belum memberikan pernyataan resmi. Media Sorotan.co.id yang mencoba menghubungi melalui pesan WhatsApp tidak mendapat respons. Hingga berita ini diturunkan, pihak Adira masih belum memberikan klarifikasi mengenai dugaan keterlibatan oknum debt collector mereka dalam insiden tersebut.
Pengamat hukum perlindungan konsumen, Angga Kurniawan, menilai perusahaan pembiayaan harus bertanggung jawab atas perilaku para penagih utang yang bertindak di luar hukum.
“Penarikan kendaraan di jalan raya tanpa surat dari pengadilan dan tanpa pendampingan aparat hukum jelas menyalahi aturan. Nasabah berhak atas perlakuan yang adil dan bermartabat,” ujarnya.
Kasus ini menambah panjang daftar laporan masyarakat soal intimidasi oleh debt collector yang masih marak terjadi, meski aturan tentang perlindungan konsumen dan penarikan jaminan fidusia telah diatur dalam peraturan Mahkamah Konstitusi dan OJK.
Publik kini menunggu langkah tegas dari pihak Adira untuk memberikan klarifikasi dan memastikan bahwa tindakan serupa tidak terulang kembali.
Sebelumnya diberitakan, seorang warga berinisial MR (30) mengalami penarikan paksa sepeda motor oleh debt collector di kawasan Jl. HOS Cokroaminoto, Pajagalan, Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Rabu (23/7). Peristiwa tersebut sempat mengundang perhatian warga sekitar lantaran dilakukan di tengah jalan tanpa kehadiran aparat kepolisian.
Menurut keterangan saksi mata, penarikan terjadi sekitar pukul 14.00 WIB. Lima orang pria yang mengaku sebagai debt collector menghadang MR yang sedang mengendarai motornya menuju tempat kerja. Mereka langsung meminta MR untuk menyerahkan kendaraan dengan alasan adanya tunggakan cicilan.
“Saya kaget, mereka langsung memepet dan minta STNK. Waktu saya tanya surat penarikan atau putusan pengadilan, mereka tidak bisa tunjukkan,” ujar MR kepada wartawan.
“Saya nunggak cicilan dua bulan, namun tidak elok ketika sepeda saya diambil paksa di tengah jalan, saya punya rumah, anak saya trauma. Namun, para debt collector tetap bersikeras menarik kendaraan dan membawanya pergi ke kantornya,” lanjutnya.
Kejadian ini pun menuai kecaman dari warga sekitar. Asmuni salah satu aktivis Sumenep, geram dengan sikap debt collector tersebut.
“Penarikan kendaraan bermotor oleh pihak ketiga harus disertai dokumen resmi dan tidak boleh dilakukan secara paksa di jalanan, saya harap aparat kepolisian harus segera turun tangan, ini sangat meresahkan,” tegasnya.
Asmuni menjelaskan debt collector ini mencoba mengelabui perampasan tersebut dengan surat serah terima kendaraan.
“Ini murni perampasan, debt collector ini mencoba mengelabui aksinya dengan meminta pengendara untuk tanda tangan menyerakan kendaraan tersebut, sudah tiga orang yang menyampaikan kepada saya motornya ditarik di tengah jalan oleh debt collector ADIRA dan FIF,” ungkapnya.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berulang kali mengingatkan bahwa perusahaan pembiayaan tidak boleh menggunakan jasa debt collector yang tidak memiliki sertifikasi dan tidak mematuhi prosedur hukum.
Kasus ini kembali membuka diskusi soal praktik penarikan kendaraan oleh debt collector di Indonesia, yang kerap menuai kontroversi karena dianggap melanggar hak konsumen dan prosedur hukum. (dri)