Sumenep -Hati hati dengan lirih jiwa yang bisa menembus langit, mengetuk Arsy Tuhan, dan mengguncang semesta.
Ibnu Atha’illah berkata, “Ketika Allah mengizinkan lidahmu berdoa, maka ketahuilah bahwa Dia ingin mengabulkannya.
Bagi jiwa-jiwa yang gelisah. Bagi hati yang hancur. Bagi yang merasa sendirian. Doa adalah pengingat bahwa ada Sang Maha Mendengar yang tak pernah pergi.
****
Achmad Fauzi, Bupati Sumenep, bukan tak tahu dirinya kerap jadi sasaran.
Dicaci, dihina, direndahkan. Setiap langkah untuk rakyat selalu dicurigai.
Setiap kerja kerasnya dianggap pencitraan. Apa pun yang ia lakukan—selalu disalahkan.
Namun ia memilih diam.
Ia tak membalas. Tak mengadu. Tak menyulut amarah.
Ia hanya diam—dengan dada yang mungkin remuk, tapi tak ingin menyakiti balik.
Karena ia tahu, serangan itu bukan kritik yang membangun. Tapi caci maki yang menelanjangi pribadinya.
Diksi yang dilontarkan bukan nasihat, tapi racun. Dan diamnya—adalah bentuk ridha atas ujian dari Tuhannya.
Sikap diam Bupati Fauzi, bisa jadi lebih lantang dari teriakan. Dan kesabarannya, bisa jadi lebih tajam dari balasan.
Maka…hati-hati dari lirih jiwa-jiwa yang teraniaya.
Penulis : ***