Minim Koordinasi dan Pendampingan Halal, Aktivis Soroti Arah Pelaksanaan di Daerah
SUMENEP — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya dirancang sebagai gerakan gotong royong nasional untuk meningkatkan gizi anak bangsa sekaligus memperkuat ekonomi lokal. Namun, di Kabupaten Sumenep, pelaksanaan program ini justru memantik kritik. Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai, tanpa koordinasi lintas dinas dan keberpihakan nyata pada pelaku lokal, MBG berpotensi melenceng dari semangat awalnya.
“Program ini sangat baik di atas kertas, tapi di lapangan banyak tantangan. Koordinasi antar-dinas belum solid, dan pelaku UMKM lokal belum sepenuhnya dilibatkan dalam rantai pasok,” ujar Bagas Arrozi, Wakil Ketua Bidang Ekonomi PDPM Sumenep, Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, MBG seharusnya menjadi ruang bagi penguatan ekonomi masyarakat desa, terutama bagi pelaku usaha mikro di sektor kuliner dan pertanian. Namun tanpa pendampingan sertifikasi halal dan pelatihan standar gizi, banyak pelaku lokal justru kesulitan ikut berpartisipasi.
“Jika yang menikmati justru perusahaan besar dari luar daerah, maka semangat gotong royong dan kemandirian ekonomi rakyat hanya jadi slogan,” tegas Bagas.
Ia menambahkan, Pemkab Sumenep perlu segera membentuk tim lintas sektor yang melibatkan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Koperasi untuk memastikan implementasi program berjalan terukur dan berpihak pada masyarakat kecil.
Sementara itu, sejumlah pengusaha lokal mengaku belum mendapatkan sosialisasi atau peluang kemitraan dalam pengadaan bahan makanan MBG. “Kami siap ikut, tapi belum ada mekanisme yang jelas,” ujar salah satu pelaku UMKM di Kecamatan Lenteng.
Program MBG sendiri merupakan salah satu agenda prioritas nasional yang bertujuan menekan angka stunting sekaligus memperkuat daya beli masyarakat. Namun, pelaksanaannya di daerah dinilai harus memperhatikan karakter sosial-ekonomi lokal agar tidak kehilangan nilai gotong royong yang menjadi ruh utama program tersebut. (Sy/red)






