SUMENEP– Maraknya peredaran rokok ilegal di Kabupaten Sumenep dan Pamekasan kian menegaskan lemahnya nyali aparat Bea Cukai Madura. Hingga kini, kepemimpinan Kepala Bea Cukai Madura Novian Dermawan maupun Dirjen Bea Cukai Letjen Djaka Budi Utama dianggap tak memberikan efek menghadapi mafia rokok bodong yang semakin sakti.
Bahkan, Menteri Keuangan yang baru dilantik pun diprediksi tak akan mampu memutus mata rantai mafia rokok ilegal yang bercokol di Madura. Dua kabupaten tersebut sudah lama dikenal sebagai “surga rokok bodong tanpa pita cukai” yang beredar bebas, seolah tak tersentuh hukum, dan tak memberi pemasukan kepada negara.
Bobroknya, sejumlah oknum pengusaha rokok nakal di Sumenep dan Pamekasan bahkan diduga terlibat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Modus ini dipakai untuk menyamarkan asal-usul harta hasil bisnis haram rokok ilegal agar terlihat sah secara hukum. Praktik kotor yang seharusnya ditindak tegas, justru seolah-olah dilindungi.
Bukti di lapangan pun terang benderang. Rokok bodong dengan ratusan merek diproduksi dan dipasarkan terbuka, dari pelosok desa hingga toko kelontong di pusat kota. Salah satunya, rokok merek Alpard isi 20 batang berwarna hitam pekat, yang disebut-sebut milik Haji RJ asal Blumbungan, Pamekasan.
“Rokok Alpard milik Haji RJ Blumbungan sangat laris di pasaran,” ungkap S, warga Pamekasan, Rabu (10/9/2025).
Ia menyebut, kuatnya koordinasi mafia dengan aparat membuat bisnis ini berjalan mulus tanpa hambatan.
“Kalau koordinasinya tidak baik, sudah habis semua pengusaha rokok bodong di Pamekasan dan Sumenep, bahkan teman teman saya enak tuh ngirim ke Sumenep bahkan ke luar daerah tanpa ada hambatan,” tegasnya.
R, seorang pemilik toko kelontong di Sumenep, juga mengaku rutin mendapat pasokan berbagai merek rokok bodong dari sales Pamekasan. “Sales-nya yang antar ke sini,” ujarnya.
Sementara itu, Ahmadi, Pemerhati Rokok Ilegal, secara blak-blakan menyebut mafia rokok di Madura sudah berada di level yang mengerikan.
“Mafia rokok ilegal di Sumenep dan Pamekasan sudah seperti kerajaan dalam kerajaan. Mereka punya jaringan kuat, modal besar, bahkan tameng aparat. Kalau Bea Cukai dan pemerintah hanya diam, jangan harap masalah ini selesai. Justru para mafia akan semakin kebal hukum,” sindirnya keras.
Ahmadi juga menilai, kegagalan memberantas rokok ilegal tidak hanya soal lemahnya pengawasan, melainkan sudah masuk pada ranah pembiaran yang sistematis.
“Ini sudah seperti ‘restu diam-diam’ kepada mafia. Negara dirugikan triliunan, sementara pengusaha rokok ilegal pesta pora di atas penderitaan rakyat,” tegasnya.
Fenomena ini menambah panjang daftar ironi penegakan hukum di Madura. Mafia rokok ilegal semakin kuat, sementara aparat yang seharusnya menindak justru dipertanyakan keberaniannya.
Penulis : Redaksi