Sumenep – Gejolak sosial yang terjadi di Kepulauan Kangean, Sumenep, terkait penolakan aktivitas seismik migas, menjadi sorotan publik. Penolakan tersebut muncul meski aktivitas yang dilakukan baru sebatas fase survei menggunakan teknologi yang diklaim mampu meminimalisir risiko kerusakan lingkungan.
Di satu sisi, negara tengah berupaya menjaga cadangan energi untuk masa depan melalui eksplorasi migas. Namun di sisi lain, keresahan masyarakat lokal tak bisa diabaikan. Kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial kerap kali mewarnai setiap aktivitas eksplorasi.
Akademisi Saiful Bahri menilai bahwa polemik ini perlu segera diurai agar tidak semakin melebar dan merugikan masyarakat.
“Ini masyarakat bergejolak cukup panas. Apa yang menjadi pemahaman masyarakat Kangean terhadap makna dan ungkapan seismik itu sendiri, semoga masyarakat Kangean tidak ditunggangi,” ujarnya.
Saiful menegaskan dirinya memilih bersikap objektif dalam menyikapi polemik ini. Namun ia berharap pemerintah segera turun langsung ke masyarakat untuk menjelaskan duduk perkara secara transparan.
“Saat ini fitur digital sudah sangat mudah diakses di platform media sosial. Kita sebagai masyarakat harusnya lebih mudah memahami apa yang tengah dihadapi. Semoga masyarakat tidak mudah terprovokasi, karena pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban,” ujarnya menegaskan.
Sejumlah Masyarakat di Kangean, Sumenep, terkesan enggan diajak berdialog terkait polemik yang tengah berkembang, dan hanya menyuarakan penolakan tanpa membuka ruang komunikasi. Kondisi tersebut dinilai memperkuat dugaan adanya oknum elit yang menunggangi gejolak sosial dengan memprovokasi warga. “Tentunya ketika tidak patuh dan memusuhi peraturan, maka sudah dipastikan ini tipikal kriminal dan perbuatan melawan hukum, tolong jangan korbankan masyarakat kita, demi kepentingan pribadi,” pungkasnya. (Jk/red)