Refleksi Hari Kemerdekaan Indonesianya ke-80
Sorotan.co.id – Setiap 17 Agustus, Indonesia merayakan kemerdekaan. Tahun ini, kita menandai 80 tahun merdeka. Tapi mari jujur: apakah kita benar-benar bebas? Atau hanya merdeka secara simbolik, sementara pajak terus menjerat rakyat?
Banyak warga mengeluh: “Ribet, mahal, dan tidak jelas penggunaannya.” Pajak sering dianggap musuh. Namun sebenarnya, pajak adalah darah kehidupan negara. Infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, hingga subsidi bagi rakyat miskin bergantung pada dana ini. Tanpa pajak yang efektif, kemerdekaan politik hanyalah bendera berkibar tanpa makna di kehidupan sehari-hari. Jalan yang rusak, sekolah tanpa fasilitas memadai, dan rumah sakit yang kekurangan tenaga maupun obat bukanlah simbol kemerdekaan, melainkan pengingat bahwa sistem pajak belum sepenuhnya bekerja untuk rakyat.
Pajak: Beban atau Investasi?
Merdeka bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik. Kebebasan ekonomi, akses layanan publik, dan keadilan sosial adalah bagian dari kemerdekaan sejati. Dalam konteks ini, pajak bukan musuh, tetapi alat untuk menegakkan kedaulatan bangsa. Membayar pajak adalah bentuk partisipasi aktif—kontribusi nyata bagi kemajuan bersama.
Namun kenyataannya, banyak yang membayar pajak, sementara manfaatnya sering tersedot birokrasi atau praktik korupsi. Tidak heran bila semangat partisipasi menurun. Kemerdekaan sejati membutuhkan tanggung jawab kolektif, bukan sekadar simbol dan seremoni. Seorang rakyat merdeka adalah yang sadar hak dan kewajibannya, termasuk kewajiban untuk mendukung pembangunan negara melalui pajak.
Merdeka dari Pajak, Tapi Bebas dari Ketidakadilan
“Bebas dari pajak” terdengar provokatif. Ini bukan ajakan untuk tidak bayar, tetapi ajakan menuntut sistem pajak yang adil. Pajak yang progresif, transparan, dan berpihak pada rakyat adalah pajak yang sesungguhnya mencerminkan kemerdekaan. Bayangkan dana pajak tersedot untuk proyek tidak jelas atau dikuasai segelintir elite—sementara rakyat miskin tetap terpinggirkan. Apakah ini kemerdekaan nyata, atau hanya kemerdekaan simbolik bagi sebagian orang?
Pemerintah telah mencoba digitalisasi dan penyederhanaan tarif. Namun yang paling penting bukan mekanisme, melainkan budaya sadar pajak yang lahir dari kepercayaan dan keadilan. Rakyat harus diyakinkan bahwa setiap rupiah yang dibayarkan akan kembali menjadi infrastruktur, layanan publik, dan program sosial nyata. Misalnya, dana pajak untuk pembangunan sekolah di desa terpencil, perbaikan jalan akses desa, atau penyediaan layanan kesehatan gratis di kota kecil—ini baru kemerdekaan yang terasa. Tanpa transparansi dan akuntabilitas, pajak tetap terasa sebagai beban, bukan investasi untuk merdeka.
Pajak Adalah Jembatan Demokrasi
Kesadaran membayar pajak mencerminkan kedewasaan demokrasi. Pajak menjadi jembatan antara hak dan kewajiban, antara kebebasan pribadi dan kepentingan masyarakat. Dengan membayar pajak, warga ikut memastikan anak-anak di pelosok negeri mendapat pendidikan, pasien miskin menerima layanan kesehatan, dan infrastruktur berkembang merata. Pajak yang efektif memperkuat ekonomi sekaligus keadilan sosial.
Merdeka sejati berarti merdeka dari ketidakadilan pajak, merdeka dari kesenjangan sosial, dan merdeka dalam tanggung jawab kolektif. Partisipasi warga tidak berhenti pada pembayaran semata. Menuntut transparansi, mengawasi penggunaan dana, dan ikut berkontribusi dalam wacana publik adalah cara memastikan pajak menjadi alat pemberdayaan, bukan penindasan. Misalnya, masyarakat bisa mengawal pembangunan sekolah atau rumah sakit melalui forum warga atau laporan publik, sehingga setiap rupiah pajak benar-benar bekerja untuk rakyat.
Refleksi untuk Indonesia ke-80
Hari Kemerdekaan ke-80 adalah momentum tepat untuk bertanya: apakah kemerdekaan benar-benar dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi mereka yang masih kesulitan mengakses layanan dasar? Pajak yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat adalah kunci kemerdekaan yang nyata, bukan sekadar seremoni.
Saat kita mengibarkan bendera merah putih tahun ini, mari juga mengibarkan kesadaran: merdeka bukan hanya simbol, tetapi aksi nyata dalam membangun bangsa. Pajak bukan musuh, tapi jalan menuju kemerdekaan yang merata, adil, dan berkelanjutan.
Oleh: Dr. Sholihul Huda, M.Fil.I
Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana UM Surabaya & Ketua Pusat Forum Dosen Indonesia (FoRDESI)
Editor : Redaksi