KH. Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, dan Ir. Soekarno: Sang Suluh Bangsa Indonesia

Selasa, 5 Agustus 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sorotan.co.id – Indonesia tidak lahir dari ruang hampa. Kemerdekaan bangsa ini merupakan hasil dari pergulatan panjang antara tradisi, agama, modernitas, dan perjuangan melawan penjajahan. Di tengah pusaran itu, hadir tiga sosok penting yang tak hanya menjadi tokoh sejarah, tapi juga simbol pencerahan bagi bangsa: Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan Soekarno. Masing-masing membawa obor pemikiran dan perjuangan yang berbeda, namun menyatu dalam semangat yang sama: membangkitkan kesadaran, membentuk karakter bangsa, dan menerangi jalan menuju kemerdekaan dan kemajuan.

Ahmad Dahlan: Pencerah dalam Pendidikan dan Pemurnian Islam

Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, adalah sosok pembaharu yang membawa semangat tajdid (pembaruan) dalam Islam Indonesia. Lahir pada 1868 di Yogyakarta, ia tumbuh dalam lingkungan pesantren, namun memiliki pandangan terbuka yang kemudian membentuk karakter intelektualnya. Sepulang dari Mekkah, Ahmad Dahlan menyaksikan bagaimana umat Islam di Indonesia terbelakang, miskin, dan dijajah, baik secara politik maupun pemikiran. Ia pun terdorong untuk mengubah keadaan itu.

Pencerahan yang dibawa Ahmad Dahlan terutama melalui pendidikan. Ia mendirikan sekolah-sekolah dengan kurikulum modern, menggabungkan pelajaran agama dengan ilmu pengetahuan umum. Ini merupakan langkah revolusioner pada masanya, karena mayoritas pendidikan Islam saat itu masih berkutat pada pengajian tradisional. Baginya, Islam bukan sekadar ibadah ritual, tapi pedoman hidup yang harus relevan dengan zaman.

Lebih dari itu, Ahmad Dahlan juga membawa semangat rasionalitas dalam beragama. Ia mengajak umat untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara murni, sambil mengkritisi praktik-praktik keagamaan yang dianggap sudah menyimpang dan membelenggu akal sehat. Dalam hal ini, ia bukan hanya seorang ulama, tapi juga seorang intelektual yang mampu menyeimbangkan teks dan konteks. Ia menantang kejumudan dan stagnasi, dengan menawarkan Islam yang progresif dan membebaskan.

Hasyim Asy’ari: Pencerah Tradisi dan Spiritualitas Bangsa

Jika Ahmad Dahlan mewakili semangat pembaruan, maka KH. Hasyim Asy’ari hadir sebagai penjaga tradisi yang mencerahkan. Lahir di Jombang pada 1871, Hasyim Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berbasis pada tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah. Namun jangan keliru, tradisi di tangan Hasyim Asy’ari bukanlah konservatisme membuta, melainkan jembatan antara masa lalu dan masa depan.

Pencerahan Hasyim Asy’ari tampak dalam kemampuannya memadukan pesantren sebagai pusat spiritualitas dengan peran sosial-politik umat Islam. Ia mengajarkan bahwa agama tidak boleh dipisahkan dari kehidupan berbangsa. Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkannya pada 22 Oktober 1945 menjadi bukti nyata bahwa ulama bisa memainkan peran strategis dalam mempertahankan kemerdekaan. Dengan fatwa itu, ribuan santri turun ke medan pertempuran, membela tanah air sebagai bagian dari pengabdian kepada Tuhan.

Namun lebih dari itu, Hasyim Asy’ari juga mengajarkan pentingnya adab dan akhlak dalam beragama. Baginya, ilmu tanpa akhlak adalah kesia-siaan. Maka, pendidikan pesantren di bawah kepemimpinannya tidak hanya mencetak orang cerdas, tapi juga manusia yang tawadhu, sabar, dan menghargai perbedaan. Dalam dunia yang kini penuh kebencian dan polarisasi, warisan Hasyim Asy’ari tentang toleransi dan hikmah menjadi sangat relevan.

Soekarno: Pencerah Bangsa dan Penjaga Nasionalisme

Berbeda dari dua tokoh sebelumnya yang berbasis pesantren dan keislaman, Soekarno muncul sebagai pemimpin politik dan ideolog bangsa. Lahir pada 1901 di Surabaya, Soekarno tumbuh dalam lingkungan yang plural, nasionalis, dan berpandangan luas. Ia bukan ulama, namun memiliki pemahaman mendalam tentang Islam, Barat, dan pergerakan sosial global. Kombinasi inilah yang menjadikannya pencerah dalam pengertian paling politis dan revolusioner.

Soekarno adalah orator ulung yang mampu membangkitkan semangat kolektif. Ia menyadari bahwa Indonesia yang majemuk tidak bisa dipersatukan hanya oleh satu identitas. Maka ia menggagas Pancasila, sebagai dasar negara yang menghormati keberagaman sambil menjunjung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan sosial. Pencerahan yang dibawa Soekarno bukan hanya dalam bentuk gagasan, tapi juga dalam cara ia menghidupkan mimpi-mimpi kebangsaan di tengah penjajahan dan ketakutan.

Soekarno memahami pentingnya kedaulatan dalam segala aspek: politik, ekonomi, dan budaya. Ia menantang dominasi asing, sekaligus mengkritik elit pribumi yang menurutnya telah kehilangan semangat revolusioner. Bagi Soekarno, kemerdekaan bukanlah akhir, tapi awal dari perjuangan untuk menjadikan rakyat berdaulat atas tanah, air, dan masa depannya sendiri. Dalam setiap pidatonya, ia selalu menyulut api kesadaran, bahwa Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri.

Tiga Jalan, Satu Tujuan

Meskipun latar belakang, pendekatan, dan medan perjuangan mereka berbeda, Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan Soekarno sesungguhnya mengemban misi yang sama: mencerdaskan bangsa dan membebaskannya dari keterbelakangan. Mereka adalah “sang pencerah” dalam pengertian sejati, karena mampu menyalakan lentera di tengah kegelapan zaman. Masing-masing tidak sempurna, tetapi warisan mereka membentuk fondasi kebangsaan yang kokoh.

Ahmad Dahlan membawa rasionalitas dan modernitas dalam beragama. Hasyim Asy’ari menjaga tradisi dan akhlak sebagai ruh bangsa. Soekarno menyalakan nasionalisme dan keberanian sebagai kekuatan politik. Jika tiga tokoh ini dapat duduk dalam satu meja, mungkin mereka akan berdebat hebat. Namun justru dari perbedaan itu lahirlah keseimbangan: antara teks dan konteks, antara langit dan bumi, antara Tuhan dan rakyat.

Kini, ketika Indonesia dihadapkan pada tantangan baru seperti radikalisme, polarisasi politik, kemerosotan moral, dan krisis identitas, warisan ketiga tokoh ini semakin relevan. Kita perlu semangat pembaruan Ahmad Dahlan untuk memodernisasi pendidikan dan pemikiran Islam. Kita juga butuh kearifan Hasyim Asy’ari dalam merawat toleransi dan etika sosial. Dan tentu saja, kita tak bisa melupakan idealisme Soekarno yang mengajak kita bermimpi besar sebagai bangsa merdeka.

Tiga tokoh ini, dalam caranya masing-masing, telah menjadi obor yang menerangi jalan bangsa. Mereka bukan sekadar tokoh sejarah yang dikagumi, tetapi inspirasi yang terus hidup dalam denyut kehidupan berbangsa dan bernegara. Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan Soekarno tidak hanya layak disebut sebagai pahlawan, tetapi juga sebagai “Sang Suluh Bangsa Indonesia” yang meletakkan dasar pemikiran dan perjuangan untuk masa depan yang lebih baik.

Oleh: Gus Dr. Sholikh Al Huda

Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Univ Muhammadiyah Surabaya & Ketua Pusat Studi Islam dan Pancasila (PuSIP)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Merdeka? Tapi Pajak Masih Menjerat Rakyat !
Ironi Wakil Rakyat Diam dan Rakyat yang Ditinggalkan: Belajar dari Perjuangan Masyarakat Pati
Api Perlawanan Dari Pati: Ketika Rakyat Protes Pada Pemimpin Tumpul Nurani
Disintegritas Kampus : Ketika Gelar & Karya Akademik Tampil di Marketplace
Menghidupkan Warisan Bung Karno Era Digital Pada Generasi Z
NU atau Muhammadiyah, Ujungnya Ketemu Juga
Leluhur Mengajarkan Budi Luhur Lewat Hening yang Membumi

Berita Terkait

Jumat, 15 Agustus 2025 - 09:04 WIB

Merdeka? Tapi Pajak Masih Menjerat Rakyat !

Rabu, 13 Agustus 2025 - 21:50 WIB

Ironi Wakil Rakyat Diam dan Rakyat yang Ditinggalkan: Belajar dari Perjuangan Masyarakat Pati

Selasa, 12 Agustus 2025 - 03:00 WIB

Api Perlawanan Dari Pati: Ketika Rakyat Protes Pada Pemimpin Tumpul Nurani

Sabtu, 9 Agustus 2025 - 03:32 WIB

Disintegritas Kampus : Ketika Gelar & Karya Akademik Tampil di Marketplace

Jumat, 8 Agustus 2025 - 05:34 WIB

Menghidupkan Warisan Bung Karno Era Digital Pada Generasi Z

Berita Terbaru

Pemerintahan

Bupati Fauzi : Paskibraka Jadi Teladan, Generasi Unggul dan Kreatif

Sabtu, 16 Agu 2025 - 02:00 WIB

Opini

Merdeka? Tapi Pajak Masih Menjerat Rakyat !

Jumat, 15 Agu 2025 - 09:04 WIB